Momentum Transformasi Seorang Muslim

Sumber gambar: www.bimbinganislam.com

RAMADHAN kerap dirindukan, ia dianggap sebagai waktu-waktu yang penuh berkah, sangat hebat dibandingkan dengan waktu-waktu lainnya. Ketika Syawal tiba, euforia Idul Fitri melenyapkan euforia Ramadhan, bahkan sebagian justru merasa lega, karena tidak harus berpuasa lagi, tak memerjuangkan qiyamu al-lail lagi, tak harus berzakat lagi, dan sebagainya. Banyak yang sekadar memaknai Ramadhan justru sebagai beban.

Ramadhan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman seharusnya bisa dimaknai sebagai titik tolak transformasi diri. Maka, bukan berarti pasca Ramadhan kita beraktifitas layaknya hari-hari biasa, justru harus lebih baik dari ketika Ramadhan.

Kita telah sekitar 8 (delapan) bulan meninggalkan Ramadhan, maka harusnya dengan berakhirnya Ramadhan maka kita harus bersedih karena banyak kandungan hikmah Ramadhan yang mungkin belum kita raih, sementara kita mungkin tak akan berjumpa lagi dengannya.

Maka, makna kemengan di hari yang fitri bukanlah kemenangan karena Ramadhan telah usai, tapi kemenangan karena kita telah menjalankan Ramadhan dengan baik, sesuai kemampuan kita, dan bukan hanya terhenti disitu, tapi bagaimana konsistensi kita dalam menghadirkan esensi Ramadhan di setiap waktu sepanjang usia kita, bukan hanya ketika Bulan Ramadhan itu sendiri.

Semoga Ramadhan lalu, bukanlah akhir dari  Ramadhan kita, tapi akan membuat kita selalu menghadirkan Ramadhan di setiap waktu kita.

Banyak pelajaran yang kita bisa ambil dari Bulan Ramadhan, maka bila diibaratkan dalam kehidupan, Ramadhan bukan hanya sekedar lahan amal dan ibadah kita, tapi juga sebagai guru kita. Guru untuk menaklukkan nafsu, guru untuk menaklukkan lisan, guru untuk menaklukkan syaitan, guru untuk membangun jiwa sosial melalui zakat (baik fitri maupun mal), infaq, shodaqoh, guru yang mengajarkan kita untuk berderma, dan lain sebagainya.

Maka dengan menghadirkan Ramadhan di setiap waktu kita, sepanjang usia kita, berarti bahwa kita harus istiqamah melaksanakan pelajaran yang telah kita peroleh dari guru kita tersebut. Bukan hanya menjadi alim dikala Ramadhan, bukan hanya mendadak dermawan ketika Ramadhan, bukan seketika menjadi rajin bangun tengah malam ketika sahur, bukan sekedar ke masjid saat Ramadhan, dan lain sebagainya.

Momentum ini marilah kita jadikan titik awal transformasi diri kita untuk menjadi pribadi yang sebenar-benarnya taqwa, menjadi sosok yang insan kamil.

Comments