Hardiknas Apa Hanya Kepentingan Politis?

Sumber gambar: www.isi.ac.id

TANGGAL 2 Mei di tiap tahun, Indonesia selalu memeringatinya sebagai "Hari Pendidikan Nasional" (Hardiknas). Momen Hardiknas diambil dari salah satu tokoh (pahlawan) nasional, Ki Hajar Dewantara yang populer dengan Taman Siswanya. Hardiknas muncul dalam pemerintahan Ir. Soekarno atas usulan M. Yamin. Ki Hajar sendiri adalah Menteri Pendidikan di kabinet pertama bentukan Soekarno.

Hardiknas selalu diperingati dengan berbagai macam 'ritual' oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. Namun, sejatinya siapakah Ki Hajar Dewantara dan mengapa beliau yang menjadi 'patokan' tumbuhnya pendidikan di Indonesia meskipun ada beberapa tokoh lain semisal KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy'ari ??

Banyak kalangan yang kemudian mempertanyakan dan menggugat momen Hardiknas yang diambil dari kelahiran Ki Hajar.

Soewardi Soerjaningrat atau lebih kita dengan Ki Hajar Dewantara adalah anak dari Paku Alam IV yang dilahirkan di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Garis keturunannya berasal dari elit keraton yang memegang teguh ajaran kebatinan Jawa. Perguruan Taman Siswa yang digagasnya terbentuk pada 3 Juli 1922 bersama beberapa tokoh lain.

Ki Hadjar banyak terpengaruh pemikiran Rabindranath Tagore (ahli pendidikan dan ilmu jiwa dari India yang menjadi rujukan anggota Theosofi), Maria Montessori (ahli pendidikan dari Italia), dan Rudolf Steiner (pendiri Antrophosophy Society). Melihat dari tokoh-tokoh yang menjadi rujukan Ki Hadjar dalam mendirikan Taman Siswa, jelaslah bahwa lembaga yang didirikannya bercorak barat dan mengusung asas humanisme.

Beberapa kalangan menyebut kedekatan Ki Hajar dengan Soekarno dan Yamin kala itu menjadi faktor kuat dipilihnya hari kelahirannya (Ki Hajar Dewantara) sebagai hari pendidikan nasional. Padahal faktor pengaruh untuk pendidikan Indonesia lebih patut diperhitungkan ketimbang faktor kedekatan dalam memilih tokoh.

Dilihat dari pengaruhnya, tokoh pendidikan yang sebenarnya perlu disebut pertama kali adalah tokoh-tokoh pesantren di Indonesia. Karena sejak 1600an, jauh sebelum ada sekolah taman siswa yang didirikan tahun 1922, lembaga pendidikan di Indonesia yang paling tua dan lama serta ikut mencerdaskan kehidupan bangsa ini untuk menghadapi perubahan adalah pesantren.

Kemudian taman siswa juga sebenarnya adalah sekolah warisan Belanda.Sedangkan pesantren adalah lembaga yang mempertahankan pendidikan asli Indonesia. Oleh karena itu tokoh seperti KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya di tahun 1912 atau KH. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh pesantren, sudah sepantasnya lebih diapresiasi.

Ketika kita telisik jauh ke belakang, KH. Ahmad Dahlan sejatinya telah mendirikan dan menghidupkan pendidikan Indonesia, bahkan sebelum terbentuknya Muhammadiyah dengan mendirikan madrasah. Menurut Haedar Nashir, madrasah tersebut didirikan pada 1911, ada pula beberapa kalangan peneliti sejarah yang berpendapat bahwa madrasah itu didirikan sekitar 1908/1909 ketika Ahmad Dahlan masih aktif di Boedi Oetomo.

Dalam madrasah juga diajarkan berbagai pelajaran agama, kebangsaan, dan ilmu pengetahuan yang berkembang di awal abad ke-20. Tahun 1919 pasca madrasahnya yang telah berkembang pesat dan cukup memiliki banyak siswa, lokasi madrasah tersebut dipindahkan ke selatan Masjid Gedhe yang kemudian sekolah tersebut berubah nama menjadi Sekolah Dasar Muhammadiyah Pawiyatan.

Di tahun 1922, bersamaan dengan tahun berdirinya Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara, sekolah-sekolah Muhammadiyah telah berdiri di berbagai tempat. 12 sekolah Muhammadiyah dengan 73 guru dan 1.019 siswa telah berdiri ketika Taman Siswa 'baru lahir'.

Ada beberapa kalangan kemudian menyebut wafatnya KH. Ahmad Dahlan pada 1923 sebagai sebab musabab beliau tidak dijadikan tokoh pendidikan nasional, ada pula pendapat yang mengatakan karena kala era-awal kemerdekaan Ki Hajar pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan yang oleh karenanya diberikan momen Hardiknas kepadanya.

Namun, kita kembali coba teliti bahwa peringatan hari-hari atau momen-momen besar di Indonesia kerap 'ditumpangi' oleh muatan politis. Ada beberapa pendapat yang kemudian menyebutkan bahwa 'pengangkatan' Ki Hajar sebagai bapak pendidikan nasional adalah karena kecemasan penguasa kala itu.

Kelompok nasionalis dipandang memiliki gap yang serius dengan kelompok Islam. Hal ini karena kelompok Islam menerima Islam sebagai dasar negara, sedangkan kelompok nasionalis menolaknya. Soekarno dan kelompok nasionalis yang menguasai pemerintahan saat itu sedang tidak senang dengan kelompok Islam.

Kalangan penguasa-penguasa kala itu malah lebih memandang pesantren sebagai kaum sarungan yang terbelakang. Karena itu, jika Soekarno mengangkat tokoh pesantren, tidak memberikan kesan bahwa Indonesia punya pendidikan yang maju ditambah lagi akan kedekatan Ki Hajar, Yamin, dan Soekarno yang berada satu zaman.

Sejarah hari pendidikan nasional ditulis dengan tinta kekuasaan yang buram, bukan dengan fakta sejarah yang terang. Entahlah ???
Wallahu A'lam Bishawab...

Comments